JawaPos.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membeberkan peran menteri-menteri Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam sebuah testimoni di akun Facebook miliknya. Testimoni tersebut mengisahkan perjalanan negosiasi Freeport hingga kembali ke pangkuan ibu pertiwi.
Ia mengungkapkan terhitung sejak pertengahan 2017 hingga Desember, lebih dari 34 kali pertemuan dan rapat diselenggarakan oleh internal Kemenkeu, antar Kementerian/Lembaga, serta Pemda Papua dan Mimika dengan pihak FCX dan Rio Tinto, Lembaga Rating dan lain-lain. Belum lagi rapat yang diadakan oleh internal ESDM, BUMN, KLHK, serta rapat koordinasi di tingkat Kemenko.
Seperti apa peran para menteri terkait?
Sri Mulyani menuturkan, pihak yang melakukan negosiasi salah satunya yaitu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dan jajarannya. Mereka melakukan negosiasi dari aspek pengalihan kontrak karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan kontrak pembangunan smelter.
Sementara itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Mariani Soemarno dan jajarannya beserta Menteri Keuangan dan jajarannya, membahas soal transaksi divestasi 51 persen. Mulai dari pembentukan holding pertambangan Inalum, menunjuk Dirut Inalum Budi Gunadi Sadikin untuk meneliti kontrak FCX dengan Rio Tinto, melakukan valuasi yang adil dan transparan, serta dapat diterima oleh semua pihak di dalam dan luar negeri.
“Menteri BUMN dan Inalum mengusulkan dan menyelesaikan struktur transaksi pengambilalihan antara Rio Tinto-FCX dan FCX-Inalum, juga pembagian porsi yang akan dimiliki oleh Pemerintah Derah (Propinsi Papua dan kabupaten Mimika),” kata dia melalui akun facebook pribadi miliknya, Kamis (27/12).
Selanjutnya, Menteri BUMN dan Menkeu mengawal penerbitan obligasi Inalum untuk pembelian saham 51 persen. Keduanya juga mengupayakan agar memperoleh rating terbaik dari Fitch dan Moody’s, sesuai dengan rating Sovereign RI. Menkeu beserta jajaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pun meneliti transaksi Rio Tinto -FCX dan Inalum untuk menetapkan status kewajiban perpajakannya.
“Jajaran Kemenkeu (BKF, DJP, DJPK, DJBC, DJA bersama Sekjen dan DJKN) melakukan negosiasi aspek penerimaan negara yang harus mengonversi KK menjadi IUPK dengan jaminan penerimaan negara harus lebih baik di bawah rezim IUPK,” terangnya.
Dalam hal ini, tim meneliti laporan keuangan PTFI sejak 1991 hingga sekarang dan porsi penerimaan negara, terdiri untuk pusat dan daerah serta PNBP, dengan berbagai skenario harga emas,tembaga dan perak. “Kami berkoordinasi dengan Mendagri, Pemda Papua dan Kabupaten Mimika mengenai hak penerimaan daerah,” jelasnya.
Sementara itu, tim hukum BKF, DJP, Sekjen Kemenkeu, Menhukham dan BKPM juga mencari jalan bagaimana menjalankan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 yang menetapkan pemakaian ‘prevailing law’, namun tetap memberikan kepastian invetasi dan penerimaan negara hingga 20 tahun mendatang.
Adapun Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan jajarannya melakukan negosiasi aspek lingkungan, meneliti praktik dan persetujuan masa lalu. Sehingga, operasi Freeport ke depan tetap memberikan jaminan kelestarian lingkungan.
“Saya sangat mengagumi dan menghargai tim negosiator teknis yang terdiri dari para eselon 1, eselon 2 dan jajaran staf di Kemenkeu, Kementrian ESDM, BUMN, KLHK dan Menhukham, Kejaksaan Agung, Kemendagri dan BPKP beserta direksi Inalum yang sangat ulet, teliti, cerdik dan profesional serta berintegritas dalam menghadapi tim keuangan dan tim hukum FCX yang merupakan tim profesional terbaik yang disewa mereka,” tuturnya.
Ia mengatakan, memang banyak pilihan tidak mudah. Banyak perdebatan panjang, bahkan kadang suasana tegang dan memanas. Namun, dia mengatakan, tim selalu mampu memberikan pilihan yang terbaik bagi Indonesia.