Yusril: Syafruddin Dihukum Sehari Kami Ajukan Banding

24 September 2018, 12:05:06 WIB

JawaPos.com – Terdakwa perkara dugaan korupsi pemberian surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung akan menjalani sidang putusan oleh majelis hakim pengadilan negeri tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta. Majelis hakim akan memutus bersalah atau tidak mantan Kepala BPPN itu.

Menanggapi hal ini, kuasa hukum Syafruddin, Yusril Ihza Mahendra menyatakan akan mengajukan banding jika kliennya divonis bersalah dalam kasus SKL BLBI. Menurutnya, kliennya tersebut tidak melakukan perbuatan hingga merugikan keuangan negara.

“Kami dihukum berapapun akan mengajukan banding. Oleh karena dasarnya Pak Syafruddin itu sampai tadi pun mengatakan kepada saya ya, dia tidak merasa melakukan apa yang didakwakan. Jadi dihukum sehari pun saya tetap mengajukan banding, jawabannya seperti itu,” kata Yusril sebelum menjalani sidang putusan di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (24/9).

Yusril menilai, kliennya tidak pantas dihukum dalam perkara BLBI. Namun tim kuasa hukum akan mendengar dan menghormati putusan majelis hakim.

“Kalau kita puas akan kita terima, kalau kita tidak puas kita akan mengajukan banding atas putusan hakim tingkat pertama,” paparnya.

Oleh karena itu, Yusril meyakini kerugian negara bukan terjadi saat kliennya menjabat sebagai Kepala BPPN pada 2004. Melainkan adanya kerugian negara baru terjadi pada 2007.

“Semua mengakui bahwa tagihan terhadap petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena itu diserahkan oleh Pak Syafruddin selaku Kepala BPPN tahun 2004 kepada Menteri Keuangan itu jumlahnya Rp 4,8 triliun, tapi kemudian pada 2007 dijual Rp 220 miliar. Sehingga terjadi kerugian negara Rp 4,58 trilun. Jadi tempus delictinya pada 2007 ketika itu Pak Syafruddin bukan lagi sebagai Kepala BPPN,” tegas Yusril.

Dalam proses persidangan, jaksa KPK meyakini Syafruddin telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 4,58T. Kerugian berawal ketika ia berusaha menghapus hutang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang diajukan PT Dipasena Citra Darmaja (DCD) dan PT Wahyuni Mandira (PT WM). Kemudian, Syafruddin mengajukan ke rapat Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).

Mantan Kepala BPPN itu dianggap telah menghilangkan hak tagih terhadap Sjamsul Nursalim. Penerbitan SKL membuat pemerintah tidak bisa menagih utang BLBI yang dipinjam Sjamsul. Ia pun menggunakan nama Presiden Megawati untuk melegalkan penghapusbukuan hutang PT BDNI.

Jaksa berpendapat, Syafruddin telah melanggar pasal 2 ayat 1 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke-1. Jaksa pun menuntut Syafruddin dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

Dalam pleidoi, Syafruddin menilai, KPK telah terhasut kampanye obligor BLBI yang tidak mau membayar atas nama BDNI. KPK dianggap meloloskan para konglomerat hitam BDNI. Selain itu, Syafruddin menyoalkan KPK yang lebih mempermasalahkan BDNI yang sudah selesai daripada obligor lain. Ia pun menyampaikan 8 keberatan dalam kasus tersebut.

Untuk diketahui, masih ada nama lain yang diduga terlibat dalam kasus pemberian SKL BDNI kepada BLBI. Setidaknya ada 3 nama yang masuk dalam dakwaan Syafruddin, yakni Sjamsul Nursalim, Itjih Nursalim (istri Sjamsul), dan Mantan Menko Perekonomian Dorojarojatun Kuntjorojakti. Namun, KPK belum menetapkan tersangka baru dalam kasus BLBI.

Editor : Kuswandi

Reporter : (rdw/JPC)