JawaPos.com – Tahun ini menjanjikan asa untuk menjadi tahun yang lebih baik dari 2020 meski pandemi masih belum berakhir. Harapan untuk bisa terus bertahan juga diamini para pelaku bisnis di Indonesia, mengingat pandemi masih berdampak signifikan bagi bisnis dalam skala apapun dan di sektor industri manapun.
Bisnis kini harus cekatan dan adaptif, dan jadikan transformasi digital sebagai sebuah kesempatan mendesak untuk mengadopsi pola pikir kunci tidak hanya untuk memajukan bisnis, namun juga untuk mengejar kesempatan untuk lebih berkembang.
Pesatnya perkembangan ekonomi berbasis elektronik yang mempunyai potensi ekonomi yang tinggi di Indonesia direspon pemerintah dengan menerbitkan sejumlah kebijakan termasuk mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XIV mengenai ECommerce. Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Peta Jalan ECommerce guna mendorong perluasan dan peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat di seluruh Indonesia secara efisien dan terkoneksi secara global.
“Peran pokok eCommerce, dengan segala inovasi teknologi mutakhir, sumber daya manusia bertalenta, sistem logistik komprehensif, dan daya jangkau distribusi luas, menjadi kekuatan yang memudahkan akselerasi bisnis ke kanal digital secara menyeluruh,” ujar SVP, Traffic Operations & Seller Engagement, Lazada Indonesia, Haikal Bekti Anggoro.
Segala hal tidak ada yang instan, semua butuh proses pembelajaran dan strategi yang matang. Prinsip itulah yang selalu dipegang Imam Asy’ari, yang sebelumnya bekerja sebagai kuli bangunan di Sidoarjo dan kini sukses berjualan online dan mempekerjakan banyak karyawan.
Baru mempelajari internet ketika pindah ke Surabaya, pria berusia 30 tahun yang kerap disapa Ali ini mengawali kiprahnya di ranah online dengan mencoba menjual alat rumah tangga. Ia menceritakan awal mula dirinya berjualan di Lazada pada 2016. Semua dilakukan sendiri, mulai dari menemukan ide produk yang ingin dijual, mencari vendor untuk stok barang, mendirikan dan mendesain toko, hingga memenuhi pesanan konsumen.
“Awal bergabung di Lazada 2016, setelah saya berjualan di media sosial. Awalnya memang belum banyak yang tahu toko saya dan beli produk, tapi untungnya banyak layanan serta fitur dari Lazada yang memudahkan saya jualan,” kenang Ali yang dulu juga pernah melakoni pekerjaan sebagai cleaning service di salah satu universitas di Surabaya.
Sebagaimana wirausaha lainnnya, ia sempat putus asa dengan berbagai tantangan yang ada, mulai dari tidak yakin dengan pilihan produk yang dijual, serta omset yang kian menurun dari hari ke hari lantaran sulit memperoleh pesanan. Namun, niat kuat sudah menjadi tekad. Ali beralih menjual aksesoris motor yang mengantarkannya kepada kesuksesan dengan toko online yang ia beri nama JELAZADA.
“Inspirasi nama toko diambil dari obsesi saya terhadap Lazada. Dulu, setiap ada customer yang nanya ketersediaan produk saya waktu masih di toko offline, saya suka berkata ‘jelas ada’. Dari situ tercetus ide untuk menamakan toko saya JELAZADA,” ungkap Ali. Produk-produk yang dijual di antaranya helm, jok sepeda motor khusus anak, dan sarung tangan. Sementara produk yang paling khas dari JELAZADA, menurutnya adalah helm motor yang dilapisi kulit sintetis.
Usaha yang dilakukannya tidak pernah tanpa hasil. Menurutnya, Lazada berkontribusi sangat besar atas perkembangan bisnisnya secara keseluruhan. Saat ini, setiap harinya, pria lulusan STM ini berbisnis dengan dibantu 20 karyawan. Seiring meningkatnya penjualan, ia juga memiliki gudang khusus untuk menyimpan dan mengemas produk yang dipesan konsumen dari Lazada yang sebagian besar berasal dari Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang.
Perjuangan Ali menghidupkan JELAZADA dan terus berkembang hanya satu dari sekian banyak pelaku usaha yang berkat dukungan pemerintah dan sejumlah program yang diikuti di Lazada tidak hanya mampu bertahan, namun juga bertumbuh.
Setidaknya apa yang dilaporkan BPS lewat Survei E-Commerce 2020 mencatat kemajuan teknologi yang didukung dengan infrastruktur dan kemudahan regulasi, telah mendorong pertumbuhan dan perkembangan usaha berbasis digital. Hasil survei mencatat setiap tahun terjadi peningkatan jumlah usaha yang baru beroperasi.
Diketahui sebanyak 45,93 persen usaha baru mulai beroperasi pada rentang tahun 2017 – 2019. Sebanyak 38,58 persen usaha sudah memulai usahanya pada rentang tahun 2010 – 2016, dan hanya 15,49 persen usaha yang sudah beroperasi lebih dari sepuluh tahun. Banyak pelaku usaha yang awalnya berjualan dengan sistem konvensional, kini mulai tertarik untuk membuka usaha secara online. Sebagaimana terpotret dalam survei ini, berjualan melalui internet tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Dari 16.277 usaha E-Commerce yang dianalisis, sebanyak 71,18 persen usaha diantaranya memulai penjualan melalui internet selama kurun waktu tiga tahun terakhir. Sementara itu sebanyak 26,90 persen usaha mulai berjualan online pada tahun 2010 hingga tahun 2016, dan hanya 1,92 persen usaha yang memulai sebelum tahun 2010.
Haikal mengungkapkan bahwa tren seller ke depannya adalah keinginan untuk memiliki brand sendiri, tidak hanya sekadar menjadi trader. Para seller, lanjutnya, mulai ingin mencari tempat produksi, ingin mempelajari ilmu marketing dan branding, dan tentunya ingin menjadi seller yang lebih profesional dan terstruktur dalam mengelola toko yang pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan bisnis.
“Lazada akan selalu berupaya untuk memfasilitasi beragam edukasi dan fitur-fitur yang dibutuhkan para seller agar bisa menjadi brand owner yang strategis, efisien, dan efektif seperti brand-brand ternama lainnya,” ujar Haikal.
Langkah ini diharapkan semakin menumbuhkan para pebisnis yang bergerak di bisnis eCommerce dan memanfaatkan Lazada sebagai platform untuk memasarkan produknya. Seperti telah dijalankan Ali dengan JELAZADA dan sukses!