JawaPos.com – Pandemi Covid-19 membuat bisnis dan pertumbuhan ekonomi dunia terganggu, termasuk Indonesia. Meski begitu, sebagai negara kepulauan berpenduduk besar yang ekonominya lebih bersandar pada sektor domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak mengalami gangguan sebesar negara lain.
Ketua Dewan Komisioner Wimboh Santoso mengatakan, dampak Covid-19 terhadap Indonesia tidak seperti negara lain yang pertumbuhan ekonominya hingga – 21 seperti di Spanyol. Struktur ekonomi Indoensia tidak terlalu terdampak Covid-19. Tercatat, produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada Oktober – 5,3, September -3,49, dan diperkirakan akan semakin kecil di November.
“Dari total 272 juta jumlah penduduk yang banyak kena Covid itu di perkotaan. Sementara di pulau lain tidak terlalu, karena tidak banyak turis yang datang,” ucapnya saat live streaming di YouTube Jasa Keuangan dalam acara OJK Mengajar “Transformasi Digital dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional”, Kamis (19/11).
Wimboh memprediksi, pertumbuhan ekonomi ke depan akan lebih cepat didorong dari daerah, terutama dari sektor usaha mikro kecil dan menegah (UMKM) dengan penyedia produk dan jasa kebutuhan primer. Sementara untuk sektor pariwisata, transportasi dan manufacturing akan menunggu geliat masyarakat yang lalu-lalang dahulu. Itu akan membaik jika Covid-19 bisa ditangani dengan baik.
“Namun demikian kami bersama pemerintah tidak menunggu Covid-19 selesai. Kita berupaya dengan optimal dengan protokol tepat agar ekonomi tumbuh. Protokol Covid-19 di taati dengan berbagai tracking. Yang kena itu yang teledor protokol,” pungkasnya.
Pemerintah berupaya memberikan subsidi UMKM dan berbagai bentuk bantuan sosial serta insentif untuk memunculkan permintaan. Sementra di sektor keuangan, menahan para nasabah untuk jangan dikategorikan kredit macet. Untuk itu, transformasi digital di masa pandemi ini sangat dinantikan. Dengan menggunakan teknologi, diharapkan bisa menjaga agar masyarakat tetap di rumah, tidak berkerumun, semua menggunakan teknologi.
Data per Juni, kata Wimboh, sebanyak 177,9 juta pengguna seluler dan sudah 171,17 juta orang terhubung internet. “Artinya sudah 64,9 persen dari populasi 272 juta jiwa. Tak heran pengguna internet dan produk digital menjadi luar biasa,” ujarnya.
Saat ini apapaun tidak perlu dijangkau secara fisik. Semua transaksi bisa dilakukan dengan e-commerce. Terkait potensinya yang besar itu perlu ada beberapa hal yang harus diwaspadai.”Masyarakat harus paham, maka itu literasi dan edukasi di masa transformasi digital ini sangat penting. Risiko siber, unregulated itu harus hati-hati dalam menyikapi teknologi,” tuturnya.
Hal itu bukan bermaksut untuk melarang berkembangnya inovasi digital, tapi mendorong agar lebih disiplin dan paham. Misalnya, tidak sembarang sharing data individu.”Jika ada produk keungan yang menawari simpanan hingga 20 persen setahun, misalnya, jangan percaya hal demikian karena itu tidak mungkin. Apa lagi dengan hadirnya teknologi tidak mudah dicari siapa yang menawarkan dan ditawarkan,” jelasnya.