JawaPos.com–Perolehan pajak daerah DKI pada 2019 tidak optimal. Target penerimaan pajak berdasar data Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI hanya Rp 40,2 triliun atau 90,48 persen dari target Rp 44,5 triliun. Tahun ini, target penerimaan pajak naik. Kenaikan itu membuat petugas dituntut bekerja lebih keras.
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi DKI mengungkapkan, perusahaan kredit atau leasing mobil dan motor punya andil dalam menghambat perolehan pendapatan asli daerah (PAD) sektor pajak. Sebab, ketika masyarakat selaku debitor ingin memperpanjang STNK atau balik nama nomor kendaraan, ada paksaan dari pihak leasing untuk mengurus dokumen-dokumen tersebut lewat mereka dengan biaya tak wajar.
Sekretaris Bapenda Provinsi DKI Pilar Hendrani mengakui, pihaknya mendapat keluhan dari masyarakat soal fenomena itu. Mereka cenderung menunda pembayaran pajak karena menunggu pemutihan. ’’Kami jadi tidak optimal dalam realisasi pajak daerah. Kepolisian pun dirugikan karena PNBP (penerimaan negara bukan pajak) berkurang,’’ terang Hendrani.
Menurut Hendrani, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya mengamanatkan penghapusan nomor registrasi dan identifikasi (regident) kendaraan apabila masyarakat tak memperpanjang STNK dua tahun berturut-turut. Kemudian, dalam Peraturan Kapolri Nomor 5 Tahun 2012 pasal 114, penghapusan regident ranmor dilakukan dengan memberikan catatan atau tanda cap stempel DIHAPUS pada kartu induk dan buku register pada regident ranmor kepemilikan dan pengoperasian ranmor di pangkalan data komputer. Serta pada fisik BPKB dan STNK ranmor yang dihapus.
’’Jadi, karena itu, banyak wajib pajak yang menunggak dan menunggu pemutihan untuk membayar,’’ tutur Hendrani.
Bapenda DKI belum lama mendapat keluhan dari wajib pajak atas tingginya pungutan dari pihak leasing ketika hendak membayar pajak kendaraan. Untuk biaya perpanjangan, ditemukan kelebihan 30–50 persen dari biaya normal. Bukan hanya itu, biaya bea balik nama kendaraan bermotor ditarik hingga dua kali lipat.
Kasi STNK Ditlantas Polda Metro Jaya Kompol Arif Fazlurrahman mengatakan, terkadang, pihak leasing mengambinghitamkan polisi dengan embel-embel biaya administrasi untuk mengambil kesempatan dari masyarakat yang kredit di tempatnya. ’’Yang banyak terjadi itu balik nama atau perpanjang masa STN. Karena buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB) jadi syarat, harus dibawa. Sedangkan barangnya masih ditahan leasing,’’ ungkap Arif.
Akibatnya, masyarakat dirugikan. ’’Saudara saya sendiri pernah bertanya langsung tentang kendaraannya. Biaya wajibnya saya hitung cuma Rp 12 juta. Mereka minta Rp 25 juta. Ini kan keterlaluan,’’ tambah Arif.
Karena itu, pihak kepolisian dan Bapenda DKI berencana duduk bersama dengan perusahaan-perusahaan leasing untuk membahas hal itu. Arif menyarankan masyarakat agar mengurus pajak kendaraan sendiri. Namun, apabila tak diperbolehkan mengambil BPKB untuk sementara, masyarakat diminta melaporkan kendala yang terjadi. ’’Tapi, kami tidak bisa mengintervensi sebagai kasus hukum. Sebab, itu sudah perjanjian pihak leasing dan debitor. Laporan. Akan kami jadikan sebagai data untuk diskusi dengan para perusahaan leasing itu enaknya bagaimana,’’ jelas Arif.