JawaPos.com – Lapas Sukamiskin Klas 1 Kota Bandung kini jadi buah bibir di masyarakat. Bukan hanya karena sebagai tempat penginapan para narapidana korupsi, melainkan juga soal kasus dugaan suap dan kemudahan izin keluar oleh eks Kalapas Sukamiskin Wahid Husen.
Wahid Husen menjabat sebagai Kalapas Sukamiskin sejak Maret 2018, menggantikan Dedi Handoko yang dipromosikan menjabat Kadiv Pemasyarakatan di Kepulauan Riau. Namun beberapa bulan menjabat, dinamika dan gejolak di Lapas Sukamiskin ini begitu santer terdengar publik.
Pada awal menjabat, Lapas Sukamiskin kedatangan sang Papa alias Setya Novanto (Setnov) yang resmi menjadi penghuni baru sebagai narapidana tindak pidana korupsi (tipikor) atas dugaan kasus e-KTP yang sangat merugikan negara. Kemudian tak lama terdengar kabar, tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wahid Husen pada Sabtu 21 Juli 2018 lalu.

Wahid Husen kemudian diciduk dan dibawa ke gedung KPK di Jakarta hingga akhirnya dinyatakan sebagai tersangka atas kasus suap dan memberi kemudanan kepada narapidana soal izin keluar lapas hingga fasilitas mewah yang dibiarkan masuk ke kamar warga binaan. Dalam kasus suap ini, tiga narapidana tipikor, tahanan pendamping (tamping), dan ajudan Wahid Husen pun ikut terlibat.
Tiga narapidana tipikor tersebut di antaranya Fahmi Darmawansyah, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, dan Fuad Amin Imron. Serta Hendry Saputra selaku ajudan Wahid Husen dan Andri Rahmat selaku tamping dari Fahmi Darmawansyah.
Dalam persidangan, terdakwa Wahid Husen dinyatakan bersalah karena menerima uang puluhan juta dan barang mewah dari narapidana tersebut. Selain itu, dengan sistem saling menguntungkan yakni membiarkan barang mewah masuk ke dalam lapas Sukamiskin. Dari mulai fasilitas kamar yang tidak semestinya seperti adanya spring bed, interior dinding, AC, televisi, kloset duduk, dan handphone. Bahkan adanya saung megah di tengah-tengah Lapas Sukamiskin yang digunakan untuk para pengunjung bercengkrama dengan warga binaan.
Surat dakwaan menyebut, terdakwa menerima barang dan uang dengan total Rp 39,5 juta serta satu mobil double cabin 4×4 dari Fahmi, Rp 63,3 juta dari Wawan, dan Rp 71 juta dari Fuad Amin yang diterima melaui ajudannya, Hendry.
Selama persidangan, dugaan suap dan kemudahan izin keluar lapas dengan alasan berobat padahal melancong ke tempat lain terungkap.
Pertama, suami dari artis cantik Inneke Koesherawati itu membenarkan memberi hadiah sebuah mobil senilai Rp 427 juta, izin berobat namun mampir ke rumahnya, hingga terungkap adanya bilik asmara milik Fahmi Darmawansyah untuk berhubungan suami-istri dengan Inneke.
Bilik asmara ukuran 2×3 itu bukan saja diperuntukkan Fahmi dan Inneke, melainkan juga disewakan kepada warga binaan lainnya dengan tarif Rp 650 sekali pakai. Soal bilik asmara benar adanya yang dinyatakan oleh kesaksian Inneke pada sidang ketiga di Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (19/12).
Dilanjutkan dengan Wawan yang juga tak kalah hebohnya dengan Fahmi. Wawan dikabarkan izin keluar lapas untuk berobat ke salah satu rumah sakit namun nyatanya mampir ke hotel di Bandung bersama teman perempuannya. Baru-baru ini dikabarkan teman perempuan yang diajak ngamar di hotel adalah seorang artis muda berumur 19 tahun yang berinisial FNJ.
Hingga saat ini, soal Wawan ngamar bareng FNJ belum ada kejelasan. Sebab belum dihadirkan di persidangan kasus terdakwa Wahid Husen. Bahkan pengacara Wawan, Tubagus Sukatma sempat membantah kliennya ngamar di hotel. Namun belakang setelah ramai soal NFJ, pengacara pun tidak mengetahui soal itu dan Wawan sendiri yang akan mengklarifikasi di persidangan nanti.
Terakhir, Fuad Amin Imron sedang menjalani hukuman penjara selama 13 tahun sejak akhir 2016 lalu atas kasus pidana korupsi dan pencucian uang. Saat itu dia memberikan sejumlah uang untuk kemudahan izin keluar lapas.
Perbuatan terdakwa Wahid Husen merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20/2001 juncto Pasal 55 ayat 1 dan Pasal 65 ayat 1 KUHPidana.