JawaPos.com – 2018 bisa dikatakan sebagai tahun ‘berdarah’. Penyebabnya karena masih maraknya aksi menghilangkan nyawa seseorang di Sulawesi Utara (Sulut). Aparat harus bertindak tegas supaya menimbulkan efek jera untuk para pelakunya.
Sesuai data dirangkum Manado Post (Jawa Pos Group), selang Januari-Desember 2018, ada 30 warga tewas terbunuh. Baik luka-luka akibat tusukan dan sabetan senjata tajam. Ada juga yang disebabkan karena cemburu, dendam lama, pengaruh minuman keras (miras). Bahkan adapula biang keroknya karena rebutan harta warisan.
Pakar Hukum Pidana Toar Palilingan MH mendesak aparat menghukum berat pelaku. Seperti kasus-kasus pembunuhan sadis sebelumnya, ada yang dihukum seumur hidup. “Bahkan kalau perlu hukuman mati,” tegas Palilingan.
“Mungkin motifnya beda-beda. Tapi apapun motifnya, tetap pembunuhan sadis sudah sepantasnya dihukum setimpal,” sorot akademisi Universitas Sam Ratulangi ini.
Ditambahkan Hanna Monareh MPsi, Psikolog, apapun bisa menjadi pemicu pembunuhan. Bahkan bunuh diri, juga termasuk pembunuhan terhadap diri sendiri. Menurutnya ada faktor internal dan faktor eksternal.
“Faktor internal, seperti kemampuan intelektual, dorongan emosional dan dorongan agresivitas. Seseorang yang kemampuan intelektual kurang, dapat mempengaruhi cara berpikir dan bertindak. Mereka kurang mampu mengontrol emosi dengan mudah terpengaruh untuk melawan orang lain,” sebutnya.
Lanjut Ketua Ikatan Psikolog Klinis Sulawesi Utara ini, setiap orang memiliki dorongan emosional dan agresivitas dalam dirinya, sebagai bentuk untuk pertahanan diri (menjaga dirinya). Namun bila tidak terkontrol, hal ini yang bisa merugikan orang lain bahkan menghilangkan nyawa, termasuk perilaku membunuh.
“Ada juga faktor eksternal, bisa juga dengan mengonsumsi alkohol, pengaruh penggunaan narkotika, kemudian seseorang mengalami penurunan kesadaran untuk berpikir dan mengontrol perilaku. Bisa juga pengaruh media, film, atau perilaku mencontoh. Misalnya individu yang terobsesi dengan idola yang suka beradegan kekerasan termasuk membunuh, itu bisa berpotensi mengikuti idolanya yaitu membunuh,” ungkap Monareh.
Menurutnya, kepribadian seseorang mempengaruhi cara berperilakunya saat berinteraksi dengan lingkungan sekitar. “Kepribadian ini dibentuk dari faktor pola asuh orangtua, dan pengalaman di waktu masa anak-anak,” tandas Monareh.
Kabid Humas Polda Sulut Kombes Pol Ibrahim Tompo menyebutkan, penyebab pembunuhan di Sulut macam-macam. Namun yang paling dominan biang keroknya karena pengaruh minuman keras (miras). “Ada juga faktor kecemburuan, dendam terhadap korban, dan faktor lainnya. Ada yang direncanakan dan tidak. Itu yang sering diakui para tersangka kala diperiksa penyidik,” beber Tompo seperti dikutip Manado Post (Jawa Pos Group), Senin (31/12).
Senjata tajam, lanjut perwira tiga melati, paling banyak dipakai pembunuh menghabisi korbannya. “Seperti pisau dapur, pisau badik, samurai dan peralatan lainnya yang membahayakan nyawa orang lain,” katanya. “Makanya, kami akan mengusut sampai tuntas. Sebab tersangka harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka,” pungkas Tompo.