JawaPos.com – Merdeka Belajar adalah terobosan untuk mentransformasi pendidikan Indonesia menuju terciptanya sumber daya manusia (SDM) unggul melalui kebijakan yang menguatkan peran seluruh insan pendidikan. Lewat pendidikan yang berkualitas, visi Indonesia Maju pasti dalam genggaman.
Pendidikan yang berkualitas menjadi sebuah keniscayaan untuk membangun bangsa yang maju. Karena itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) secara konsisten terus melakukan transformasi pendidikan melalui terobosan Merdeka Belajar. Transformasi dilakukan melalui empat upaya perbaikan.
Pertama, perbaikan pada infrastruktur dan teknologi. Kedua, perbaikan kebijakan, prosedur, dan pendanaan serta pemberian otonomi lebih bagi satuan pendidikan. Ketiga, perbaikan kepemimpinan, masyarakat, dan budaya. Keempat, perbaikan kurikulum, pedagogi, dan asesmen.
Dimulai dari episode 1, Merdeka Belajar menghadirkan empat pokok kebijakan agar paradigma dan cara lama dalam belajar dan mengajar dapat bertransformasi ke arah kemajuan. Kemendikbud menghapus ujian sekolah berstandar nasional (USBN), mengganti ujian nasional (UN) menjadi asesmen nasional, menyederhanakan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan kebijakan penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang lebih fleksibel.
Kepala SMP Negeri 2 Pakem, Sleman, DIJ, Tri Worosetyaningsih menuturkan, lewat kebijakan tersebut, para pendidik di sekolahnya mengaku tidak terbebani persoalan administrasi RPP. Sebaliknya, guru lebih kreatif karena dapat menuangkan ide dan inovasinya dalam pembelajaran di kelas.
’’Siswa belajar dengan lebih menyenangkan.
Mereka bisa mengembangkan kreativitas dari apa yang mereka peroleh,” tuturnya.
Pada episode 2, program yang dinamai Kampus Merdeka diluncurkan. Kebijakan itu memberikan keleluasaan bergerak, baik bagi perguruan tinggi maupun mahasiswa untuk bergerak maju guna mendukung peningkatan kualitas perkuliahan.
Mahasiswa Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Andhika Naufal Zein yang telah mengikuti program magang bersertifikat yang merupakan bagian dari kebijakan Kampus Merdeka mengakui kebijakan itu mengasyikkan. ’’Selama magang saya bisa menerima ilmu di luar bidang yang dipelajari di kampus. Ini menambah hard skill dan soft skill kita,” kata Zein.
Di Merdeka Belajar episode 3, kebijakan berupa perubahan mekanisme penggunaan bantuan operasional sekolah (BOS) pada tahun anggaran 2020 diterbitkan. Kepala SMP Negeri 1 Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, Nurdin Achmad mengungkapkan, dengan mekanisme baru tersebut, penyaluran BOS ke sekolahnya menjadi tepat waktu dan tepat sasaran.
’’Pemberian honor (dari BOS) untuk guru juga sangat membantu. Kini paling sedikit guru mendapatkan honor sebesar Rp 1,2 juta dan paling tinggi Rp 1,5 juta,” jelas Nurdin.
Pada episode 4, program organisasi penggerak diluncurkan. Wakil Ketua Majelis Luhur Perguruan Tamansiswa Saur Panjaitan XIII mengatakan, dengan gotong royong semua pihak dan transformasi yang tercipta, pelaksanaan peningkatan kualitas pendidikan diharapkan bisa masif dan berkelanjutan.
Sementara itu, pada Merdeka Belajar episode 5, program guru penggerak dicanangkan. Program tersebut menjadikan guru penggerak sebagai pendorong transformasi pendidikan Indonesia yang dapat mendukung tumbuh kembang murid secara holistik.
Guru SDN 16 Mengkiang, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Wanti Sila Sakti yang menjadi peserta calon guru penggerak menuturkan, program itu mengajak guru untuk melihat langsung di ’’lapangan”. ’’Kita jadi tahu bagaimana penerapan guru-guru dalam pembelajaran di sana. Jadi program berkelanjutan, tidak berhenti hanya di ruangan,” ujar Wanti.
Pada Merdeka Belajar episode 6, Kemendikbud melakukan transformasi dana pemerintah untuk pendidikan tinggi. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) Jamal Wiwoho berharap melalui kebijakan tersebut, perguruan tinggi dapat menghasilkan lulusan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang secara langsung dapat digunakan oleh dunia usaha dan industri.
’’Juga memiliki kreativitas dan semangat kewirausahaan dengan kepekaan sosial serta perspektif global,” tambah Jamal.
Lalu pada Merdeka Belajar episode 7, program sekolah penggerak diharapkan mampu mengeksplorasi sekolah di seluruh kondisi untuk bergerak satu hingga dua tahap lebih maju. Program dilakukan secara bertahap dan terintegrasi dengan ekosistem hingga seluruh sekolah di Indonesia menjadi sekolah penggerak.
Pada Merdeka Belajar episode 8, ditetapkan kebijakan sekolah menengah kejuruan (SMK) pusat keunggulan. Direktur Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) Zainal Arief menyambut baik kebijakan itu. Menurut dia, program tersebut bermanfaat untuk meningkatkan dan menguatkan pendidikan vokasi. Misalnya, memperluas jaringan dunia industri dan usaha sebagai mitra pembelajaran.
Di Merdeka Belajar episode 9, kebijakan kartu Indonesia pintar (KIP) Kuliah Merdeka diberikan untuk menjamin keberlangsungan kuliah bagi mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Siswa SMA Negeri 1 Selong, Kabupaten Lombok Timur, penerima KIP-kuliah Tri Hidayat Surya Maulidi menyambut baik kebijakan KIP yang kini lebih afirmatif tersebut.
’’Peningkatan dana bantuan di KIP Kuliah Merdeka membuat saya menjadi lebih berani untuk memilih pendidikan di luar daerah,” tutur Tri, calon mahasiswa Institut Pertanian Bogor.
Merdeka Belajar episode 10 berupa perluasan program beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Alumni penerima beasiswa LPDP Firman Parlindungan mengaku dengan beasiswa LPDP, dirinya berhasil menjadi doktor di usia 29 tahun dari universitas di Amerika Serikat. Firman yang kini menjadi dosen memantapkan hati membangun tanah kelahirannya, Aceh Barat.