Titimangsa 2019

Oleh Abdul Rokhim*
31 Desember 2018, 12:00:41 WIB

JawaPos.com – Tahun baru tiap kali datang, zaman baru tidak selalu hadir. Tahun baru pada dasarnya hanya perubahan angka. Namun, zaman baru bukan itu. Zaman baru adalah perubahan hidup.

Melihat apa yang akan terjadi dalam setahun ke depan, 2019 tampaknya bisa menjadi titimangsa bermulanya sebuah zaman seperti itu. Kelak, dengan menyebut angka itu, para sejarawan akan menandai awal sebuah suasana hidup yang berubah dalam pelbagai hal. Tiba-tiba kita sadar, begitu banyak institusi dan pemikiran kita yang lama tak bisa lagi dilanjutkan.

Di bidang ekonomi bisnis, 2019 adalah tahun di mana dua ekonomi baru, yaitu digital economy dan leisure economy, mulai menemukan critical mass-nya dan akan menghasilkan the whole new world dengan jutaan peluang pasar dan bisnis baru.

Kenormalan baru sudah lamat-lamat menampakkan bentuknya dan setiap pelaku bisnis harus mulai jeli memasang insting agar bisa “menyalip” pemain lain di tengah kenormalan baru yang bakal lahir.

Perubahan lanskap ekonomi bisnis tak lepas dari fenomena demografis. Tahun 2019 adalah momen naiknya kelompok yang selama ini dipuja puji potensinya sekaligus dikhawatirkan perilakunya, yakni generasi milenial.

Generasi yang lahir dalam rentang 1981 hingga 2000 itu semakin matang mengidentifikasi apa persoalan objektif kehidupan mereka bersama dan meretas strategi-strategi pemecahannya. Mereka mulai menduduki posisi-posisi pengambil keputusan di sektor bisnis, politik, dan unit-unit sosial.

Terhadap generasi yang lahir dan besar di era digital itu, ukuran sukses bukan membuat produk yang terbaik, terbanyak, dan termurah, melainkan produk yang cepat bertransformasi untuk selalu tetap relevan.

Di dunia politik, Indonesia untuk kali pertama menjalani pemilu serentak. Pada 17 April mendatang, 192,8 juta pemilih di 2.558 daerah pemilihan (dapil) akan masuk bilik suara dan memilih di 5 surat suara sekaligus. Sebuah kerepotan berdemokrasi yang belum ada sebelumnya. Lima surat suara itu, antara lain, berisi dua pasangan calon presiden-calon wakil presiden. Juga ratusan nama calon anggota legislatif (caleg) dari 16 partai untuk DPR, ratusan nama caleg DPRD provinsi, dan ratusan nama lagi caleg DPRD kabupaten/kota.

Belum cukup sampai di situ, di kartu terakhir masih ada puluhan nama calon senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendapat tugas besar bagaimana momentum itu bisa menghasilkan presiden dan wakil presiden, 575 anggota DPR, 2.217 anggota DPRD provinsi, dan 17.340 anggota DPRD kabupaten/kota serta 136 anggota DPD yang legitimate.

Dalam lingkup daerah, memasuki bulan kedua 2019, Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan dipimpin gubernur dan wakil gubernur baru, Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak. Harapan besar akan keluarnya kebijakan baru yang membuat Jawa Timur menjadi provinsi yang makin sejahtera, aman, dan makmur ikut muncul.

Menyimak situasi sosial, keamanan, dan ekonomi pada agenda-agenda politik besar sebelumnya, bersikap hati-hati, wait and see, sudah tak relevan lagi. Dua kali pilpres dan pileg, yakni 2009 dan 2014, berlangsung aman. Begitu juga pilgub Jatim yang berlangsung pada 2018 bersama 170 daerah lain se-Indonesia dalam gelaran pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak, berjalan lancar dan tertib. Bahkan, data historis menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat dan aktivitas usaha meningkat setiap pasca-agenda politik besar. Publik merasa, satu kepastian di bidang politik didapat sehingga saatnya melepas tabungan yang selama ini ditahan.

Zaman baru itu menghadirkan begitu banyak peluang. Bersikap aman sambil menunggu datangnya keberuntungan hanya akan menghasilkan capaian yang minimal. Zaman selalu menandai, para pemenang selalu lahir dari mereka yang aktif merebut kesempatan dengan mengadakan kegiatan yang menandai zaman. Merekalah kelompok yang menjadi lokomotif kemajuan. Siapa Anda? Mumpung besok tanggal 1, ayo kita setting dari sekarang. 

*) Pemimpin Redaksi Jawa Pos Koran

Editor : Ilham Safutra

Reporter : (*)