JawaPos.com – Operasi tangkap tangan (OTT) terhadap anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso mengungkap dugaan praktik politik uang dalam pemilihan umum. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan uang Rp 8 miliar yang akan digunakan untuk ”serangan fajar”.
Uang miliaran tersebut dikemas dalam 400 ribu amplop dan dimasukkan ke 84 kardus besar. KPK mengamankannya dari sebuah ruangan di kantor PT Inersia di Jakarta. “Dipersiapkan untuk ‘serangan fajar’ pada Pemilu 2019 nanti,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers kemarin (28/3).
Dalam pemilu 17 April mendatang, Bowo tercatat sebagai calon anggota legislatif (caleg) dapil Jawa Tengah II.

Basaria mengungkapkan, kardus tersebut berisi uang pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu. Selain itu, KPK mengamankan uang pecahan Rp 100 ribu yang diduga merupakan bagian dari suap dan gratifikasi yang diterima Bowo.
Salah satu penerimaan suap yang berhasil diidentifikasi KPK berasal dari PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK). Suap itu diduga berkaitan dengan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia yang menggunakan kapal milik PT HTK.
Sejatinya, kerja sama penyewaan kapal itu sudah dihentikan PT Pupuk Indonesia. Namun, atas bantuan Bowo yang merupakan anggota Fraksi Partai Golkar, PT HTK bisa kembali melakukan kerja sama penyewaan kapal dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (anak perusahaan PT Pupuk Indonesia) melalui memorandum of understanding (MoU) pada 26 Februari lalu. “BSP (Bowo Sidik Pangarso) diduga meminta fee kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah USD 2 per metrik ton,” kata Basaria.
Sejauh ini, KPK telah mengendus enam kali pemberian dari PT HTK untuk Bowo. Jumlahnya Rp 221 juta dan USD 85,130. Uang itu diberikan di berbagai tempat seperti rumah, hotel, dan kantor PT HTK.
Basaria menambahkan, pihaknya telah menetapkan tiga tersangka dalam OTT selama dua hari tersebut. Yakni, Bowo dan Indung (pegawai PT Inersia) sebagai tersangka penerima suap serta Marketing Manager PT HTK Asty Winasti sebagai pemberi suap. Selain pasal suap, KPK menjerat dengan pasal penerimaan gratifikasi untuk Bowo dan Indung.
Dalam perkara itu, KPK memeriksa Direktur Utama (Dirut) PT Pilog Ahmadi Hasan dan Direktur Pemasaran PT Pupuk Indonesia Achmad Tossin. Namun, dua direksi perusahaan BUMN tersebut tidak turut diamankan. Mereka hanya diklarifikasi penyidik KPK terkait dengan distribusi pupuk.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, pihaknya belum bisa membuka satu per satu amplop. Amplop dalam kondisi dilem. “Ada prosedur-prosedur hukum acara yang berlaku kalau barang bukti itu diubah kondisinya,” tuturnya.
Sementara itu, PT Pupuk Indonesia (Persero) menegaskan bahwa tidak ada direksi yang terjaring OTT KPK pada Rabu (27/3). Direktur PT Pupuk Indonesia datang ke KPK untuk memberikan klarifikasi dan sebagai upaya kooperatif terhadap penegakan hukum.
Kepala Komunikasi Korporat Pupuk Indonesia Wijaya Laksana menegaskan bahwa kejadian tersebut tidak berkaitan dengan distribusi pupuk, baik pupuk bersubsidi maupun nonsubsidi. “Kegiatan distribusi pupuk, khususnya pupuk bersubsidi, tidak terganggu dengan adanya peristiwa ini,” tegas Wijaya.
Pupuk Indonesia tidak secara langsung menjalin kerja sama apa pun dengan PT HTK. Sesuai keterangan KPK, perusahaan tersebut menjalin kerja sama dengan anak perusahaan PT Pupuk Indonesia yang bergerak di bidang bisnis logistik dan perkapalan, yaitu Pupuk Indonesia Logistik, dan dilaksanakan sesuai aturan yang berlaku.
“Bentuk kerja samanya meliputi perjanjian sewa kapal. Kapal yang digunakan juga pengangkut amonia dan barang lainnya. Jadi, bukan untuk distribusi pupuk,” kata Wijaya.