Sikapi Putusan MK, PPP Waspadai Pemalsuan Suket Saat Mencoblos

29 Maret 2019, 11:40:30 WIB

JawaPos.com – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan materi terkait e-KTP menjadi syarat mencoblos pemilu 2019. Hasil dari putusan ini membuat orang yang telah melakukan perekaman e-KTP namun belum memiliki bentuk fisiknya, bisa menyalurkan hak pilih menggunakan surat keterangan (suket) yang diterbitkan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Menanggapi itu, Anggota Komisi II DPR RI, Achmad Baidowi menyambut baik putusan MK tersebut. Mengingat jutaan masyarakat yang belum memiliki e-KTP, namun sudah melakukan perekaman bisa terpenuhi hak memilihnya.

“Putusan tersebut menjadi sumber hukum baru sehingga warga sebanyak 4.231.823 yang sudah melakukan perekaman tapi belum memiliki e-KTP terjamin hak konstitusionalnya dalam pemilu 2019,” ujar Baidowi kepada wartawan, Jumat (29/3).

Meski begitu, -Awiek- sapaan akrab Baidowi meminta agar penyelenggara dan pengawas pemilu untuk bekerja lebih cermat. Hal itu untuk menghindari adanya pemalsuan suket.

“Harus diwaspadai beredarnya pemalsuan suket di lapangan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka perangkat KPPS dan pengawas TPS harus benar-benar selektif terhadap calon pemilih yang menggunakan suket,” imbuhnya. 

Lebih lanjut, Wasekjen PPP ini pun meminta agar KPU mengubah PKPU. Supaya putusan MK tidak bias dalam pelaksanaannya. “KPU harus segera mengubah PKPU terkait hal tersebut. Komisi II DPR menyediakan waktu di masa reses ini untuk menggelar rapat konsultasi membahas persoalan ini,” pungkas Baidowi.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi pasal 348 ayat 9 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Yakni seputar penggunaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) sebagai syarat wajib mencoblos di Pemilu 2019.

Dalam putusannya, MK membolehkan penggunaan surat keterangan (suket) perekaman e-KTP yang dikeluarkan oleh Dinas Dukcapil. “Menyatakan frasa kartu tanda penduduk elektronik dalam pasal 348 ayat 9 Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai termasuk pula surat perekaman kartu elektronik yang dikeluarkan oleh dinas catatan sipil,” kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan, Kamis (28/3).

Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi I Dewa Palguna menilai karena masih banyaknya pemilih yang belum memiliki e-KTP. Kondisi demikian dapat merugikan hak memilih warga negara, yang sejatinya bukanlah disebabkan oleh faktor kesalahan atau kelalaiannya sebagai warga negara.

Editor : Kuswandi

Reporter : Sabik Aji Taufan