Ini Kondisi Pecandu Narkoba Dibalik Jeruji Pesantren Hikmah Syahadah

2 Januari 2019, 20:28:26 WIB

JawaPos.com – Tempat rehabilitasi banyak dijumpai di pedalaman suatu daerah, salah satunya Pesantren Hikmah Syahadah, Pasir Nangka, Tigaraksa, Tangerang. Pondok tersebut menerima para pecandu narkoba, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), dan anak nakal.

Dari tahun ke tahun, klien atau santri di pesantren yang didirikan KH Romdin itu silih berganti. Kini, dirinya merawat 40 pasien yang dua di antaranya adalah perempuan. Mereka rata-rata berusia 15-50 tahun. Kasus klien bermacam-macam, mulai dari pecandu saja, gangguan jiwa, hingga pecandu yang menjadi gangguan jiwa.

Dalam bilik yang tidak terlalu besar, ada sekitar 27 kamar, masing-masingnya dapat dihuni 2-3 orang. Setiap blok dibagi berdasarkan kategori penderita berat, sedang, dan yang sudah membaik. Bilik tersebut dilengkapi dengan jeruji besi agar santri tidak kabur.

Ini Kondisi Pecandu Narkoba Dibalik Jeruji Pesantren Hikmah Syahadah
Jeruji besi di Pesantren Hikmah Syahadah, Pasir Nangka, Tigaraksa, Tangerang. (Dery Ridwansah/ JawaPos.com)

KH Romdin menerangkan, mereka digiring masuk ke kamar setiap malam usai melaksanakan salat Isya berjamaah di musala pesantren. Para pasien baru, dipisahkan agar mereka tak saling mempengaruhi.

“Kalau yang rawan (penderita berat) dimasukin ke kamar. Misalkan pengguna narkoba yang baru. Karena pasti dia itu kabur karena pengen konsumsi obat,” ujarnya saat ditemui JawaPos.com di pesantrennya, Jumat (1/6).

Untuk santri baru itu, satu orang menempati satu kamar isolasi. Pihak pesantren khawatir, mereka dinilai berbahaya karena bisa bekerja sama dengan santri lama yang keadaannya sudah membaik.

“(Santri baru) membahayakan, dan bisa juga mereka kerja sama. Anak-anak begitu kan walaupun fisiknya sembuh, mentalnya kan belum tentu sembuh. Kalau ada kesempatan kabur nanti kabur. Santri lama bisa terpengaruh (santri) yang baru,” tutur ustad tersebut.

Namun begitu, bapak empat anak itu masih mengizinkan mereka saling membaur. Hal tersebut dilakukan untuk menenangkan jiwa klien agar tidak merasa kesepian yang justru memicu gangguan kejiwaan.

“Kalau seandainya sudah kelihatan bagus, kita coba kita lepasin. Nggak kita masukin ke isolasi, sengaja biar bersosialisasi dengan yang lain biar merasa nyaman,” kata KH Romdin.

Dia menceritakan, mereka sering mencoba melarikan diri dan mencari narkoba. Bahkan, beberapa kali santri baru berhasil kabur.

“Kalau yang baru-baru sudah pasti tuh, pasti cari obat, muter otaknya gimana caranya buat kabur walaupun nggak megang uang juga kabur saja,” ungkapnya.

Rehabilitasi yang dilakukan di pesantren tersebut menggunakan metode religi. Santri diajarkan beribadah lima waktu, mbaca Alquran, hingga berpuasa. Metode tersebut mengurangi ampun bagi para klien. Mereka tak lagi mengamuk karena cara yang diterapkan tidak keras.

“Direhab di sini kita obatin, 15 harilah dia sembuh. Sekarang ada juga tuh pengguna narkoba yang gangguan mental, macam-macam kasusnya,” pungkas KH Romdin.

Editor : Bintang Pradewo

Reporter : (yes/JPC)


Close Ads