Cyberbullying Bukan Candaan, Jangan Lakukan!

20 September 2021, 18:54:54 WIB

JawaPos.com – Zaman yang serbacanggih. Teknologi digital kian mudah dijangkau. Siapa pun kian mudah berinteraksi dan bersosialisasi di dunia maya.

Berbekal internet, ribuan batasan dan hambatan bisa dilalui untuk demi bisa berinteraksi dengan dunia luar. Sayangnya, kemudahan di era digital tak diimbangi dengan etika yang bijak oleh setiap orang. Terutama kala berinteraksi dengan orang lain lewat media sosial (medsos) atau platform daring lainnya.

Kemudahan-kemudahan berinteraksi di jagat maya saat ini mulai menimbulkan dampak negatif, seperti Cyberbullying.

Cyberbullying merupakan perundungan yang menggunakan teknologi digital atau siber. Biasanya kasus seperti itu terdapat di medsos, media pesan singkat, game, ponsel, dan platform daring lainnya.

Padahal, cyberbullying bukan bahan candaan, melainkan sebuah kejahatan serius. Cyberbullying kini dikategorikan sebagai masalah kesehatan publik.

Ini tentunya harus disikapi dan dicegah bersama. Orang tua perlu membekali buah hatinya yang mulai aktif berinteraksi di perangkat digital.

Dirangkum dari berbagai sumber, prevalensi Cyberbullying dilaporkan terus meningkat sejak 2007. Pada 2019, sebuah studi menemukan bahwa sebanyak 59 persen remaja di Amerika Serikat pernah mengalami cyberbullying.

Di tanah air, data kasus cyberbullying secara menyeluruh sulit ditemukan. Namun, data dari Polda Metro Jaya menyebutkan, setidaknya 25 kasus cyberbullying dilaporkan setiap hari.

Selain itu, data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 2018 menyaatakan bahwa angka anak korban bullying mencapai 22,4 persen. Tingginya angka tersebut dipicu oleh tingginya konsumsi internet pada anak-anak.

Data lainnya, Polling Indonesia yang bekerja sama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dalam datanya menyatakan, sekitar 49 persen netizen pernah menjadi sasaran bullying di medsos. Survei itu dilakukan kepada para pengguna internet di Indonesia selama periode Maret hingga 14 April 2019.

Hasilnya, dari 5.900 sampel, sebagian besar menjawab pernah menjadi bahan ejekan netizen lainnya. Sebanyak 49 persen mengaku pernah di-bully. Sementara itu, sekitar 47 persen yang mengatakan tidak pernah.

Dari 49 persen orang yang pernah menjadi sasaran bullying, sebanyak 31,6 persen di antaranya mengaku kerap membiarkan perlakuan tersebut dan tak melakukan apa-apa. 7,9 persen lain malah membalas perlakuan tersebut dengan tindakan bullying yang serupa.

Cyberbullying meliputi perilaku seseorang dalam mengintimidasi orang lain lewat media elektronik. Mulai dari mengirimkan pesan dengan kata-kata kasar dan menyakitkan, menyebarkan gambar-gambar untuk merusak reputasi korban, memprovokasi orang lain untuk melakukan hal yang sama, hingga memberi ancaman terhadap korban.

Sekali lagi, Cyberbullying bukan bahan candaan. Tindakan itu bisa berdampak fatal. Parahnya lagi, Cyberbullying berpotensi menimbulkan upaya bunuh diri bagi para korbannya. Langkah itu dilakukan para korban karena mereka tidak bisa mengatasi trauma atas perundungan yang diterima di jagat maya.

Lantas, bisakah masyarakat berperan aktif mencegah Cyberbullying? Bisakah masyarakat menciptakan ruang digital yang lebih sehat dan aman?

Jawabannya, sangat bisa. Pertama, ketika siapa pun menemukan unggahan yang menyuarakan Cyberbullying, maka langkahnya adalah menghindari untuk memberi dukungan. Menghindari dukungan itu bisa berupa tidak memencet tombol like atau meneruskan unggahan tersebut. Jangan dilakukan!

Kemudian, bila mendapati di lingkungan terdekat, maka ingatkan pelakunya. Tegur sang pelaku. Jelaskan bahwa apa yang dilakukan tak pantas dan berbahaya serta berpotensi melebar ke ranah hukum.

Mata rantai Cyberbullying bisa diputus dari lingkungan terdekat. Langkah paling mudah, yakni memikirkan terlebih dahulu apa yang ingin diperbuat di ranah digital. Perkirakan dampak dari sebuah tulisan atau tindakan di dunia maya. Jangan gegabah, apalagi sampai ikut menebar teror lewat Cyberbullying.

Gunakan medsos hanya sebagai wadah untuk mencari teman baru, mengembangkan diri, atau mempelajari hal-hal yang belum kita ketahui. Ajak juga orang-orang terdekat kita untuk melakukan hal yang sama, sehingga kehadiran medsos dapat dirasakan manfaat positifnya.

Kemudian, jika Cyberbullying justru menimpa orang terdekat kita, dampingi. Jangan takut untuk melapor. Berikan pendampingan psikologis yang cukup dari orang-orang tersayang.

Apabila kamu merasa tidak nyaman berbicara dengan seseorang yang kamu kenal, Anda dapat menghubungi Telepon Pelayanan Sosial Anak (TePSA) di nomor telepon 1500 771, atau nomor handphone/Whatsapp 081238888002.

Sementara kalau menemukan ada konten bullying atau potensi sebaran dampak negatif lainnya di internet atau media sosial, maka bisa mengadukan konten negatif itu ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), melalui situs aduankonten.id atau email ke aduankonten@mail.kominfo.go.id.

Pesatnya perkembangan teknologi digital juga harus diimbangi dengan kemampuan dan etika kita agar #MakinCakapDigital dan menjadi garda terdepan untuk menciptakan dunia digital yang lebih aman dan sehat buat siapa pun.

Kontribusi sekecil apa pun dari kita dapat melindungi banyak orang. Ajak sebanyak mungkin saudara, sahabat, hingga lingkungan terdekat untuk sadar akan bahaya Cyberbullying. Sampaikan bahwa cyberbullying
berbahaya dan merugikan bagi orang lain dan diri sendiri.

Gerakan ini merupakan bagian dari Program Kemkominfo bekerja sama dengan Siberkreasi untuk meningkatkan Literasi Digital Nasional di masyarakat lewat ajakan untuk berbagi kreativitas lewat konten positif dan memanfaatkan internet secara bijak dan bertanggungjawab.

Untuk informasi menarik mengenai literasi digital lainnya, kunjungi laman Siberkreasi melalui https://info.literasidigital.id dan media sosialnya di sini.

Editor : Ilham Safutra

Reporter : ARM