JawaPos.com – Detak atau irama jantung yang tidak normal jangan disepelekan. Detak jantung dapat terlalu cepat, terlalu lambat atau tidak teratur. Kondisi ketika detak jantung tidak berdenyut dengan normal ini dalam istilah medis disebut Aritmia.
Aritmia dapat disebabkan karena hipertensi, diabetes, kelainan katup jantung dan penyakit jantung koroner. Pada beberapa kasus penyebabnya belum diketahui, selain kondisi medis, aritmia juga dapat dipicu oleh gaya hidup yang tidak sehat, seperti tidak dapat mengelola stres dengan baik, kurang tidur, merokok, konsumsi minuman beralkohol atau berkafein secara berlebihan dan penyalahgunaan narkoba.
Apa Itu Aritmia?
Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Konsultan Aritmia dari Mayapada Hospital Tangerang dr. Agung Fabian Chandranegara, Sp.JP(K) mengatakan aritmia merupakan gangguan kesehatan yang menyerang organ jantung. Aritmia merupakan suatu jenis penyakit yang ditandai dengan gejala berupa irama jantung yang tidak beraturan bisa menjadi lebih cepat atau lambat.
Menurutnya penyakit tersebut bisa menyerang siapapun dan tidak memandang usia. Jika tidak segera diobati maka penyakit tersebut bisa berdampak parah hingga mengancam jiwa.
“Aritmia ini sangat unik karena bisa terjadi kepada semua usia, mulai dari muda, orang tua, hingga anak-anak,” kata dr. Agung kepada wartawan baru-baru ini.
Detak jantung ideal yakni di atas 60 dan di bawah 100 kali per menit. Jika detak jantung dalam kondisi istirahat di bawah 60 atau di atas 100 per menit maka itu merupakan sudah termasuk gangguan irama jantung.
Pentingnya Deteksi Dini
Aritmia tak boleh dianggap remeh. Jika dibiarkan maka bisa mengganggu proses peredaran darah pada jantung. Oleh karena itu, masyarakat sebisa mungkin melakukan deteksi dini terhadap penyakit tersebut.
Menurutnya, untuk melakukan deteksi dini bisa dengan menggunakan metode ‘menari’ yang berarti meraba nadi sendiri. Setiap orang bisa meraba nadinya sendiri di tangan.
“Menari itu sangat sederhana dan mudah. Hitung denyut selama 1 menit kalau kurang dari 60 dan lebih dari 100 itu indikasi aritmia,” jelasnya.
Gejalanya
Sejumlah gejala lain yang bisa menjadi penanda seseorang mengalami aritmia yakni kliyengan, pingsan dan nyeri dada.
Sering kliyengan tanpa sebab yang jelas, misal saat jalan atau bangun dari duduk. Nyeri dada juga sering seperti ditusuk, nyut-nyutan itu merupakan gejala awal (aritmia).
Menurutnya, gejala umum terkait penyakit tersebut yang umum terjadi yakni merasakan berdebar pada jantung. Biasanya orang yang terserang penyakit aritmia lebih sering merasakan berdebar. Jika hal tersebut kerap dirasakan sebaiknya segera melakukan konsultasi ke dokter khususnya dokter spesialis jantung.
Pengobatan dan Tindakan Ablasi Minim Risiko untuk Penderita Aritmia
Sementara itu untuk ablasi, tindakan ini tergolong lebih efisien karena tingkat kesembuhan pasien bisa mencapai 95-98 persen. Menurut dr. Agung tindakan ini juga tergolong minim risiko.
“Sebelum ablasi kita teliti pasien tersebut cocok pakai obat atau harus menjalani ablasi. Ketika sudah melakukan ablasi dan berhasil pasien mungkin tidak perlu lagi minum obat seumur hidup. Efek samping hampir tidak ada yang signifikan. Setelah ablasi 2-3 hari pasien sudah dapat beraktivitas seperti biasa. Bahkan besok paginya sudah bisa pulang. Presentasi kesembuhan cukup baik di antara 95-98 persen keberhasilan pada banyak kasus,” ujarnya.
Untuk proses ablasi dilakukan dengan cara non operasi. Pasien hanya disuntikan bius lokal dan menggunakan kateter berupa kabel kecil melalui paha masuk ke jantung. Dari situ dokter akan melakukan eliminasi jalur tidak normal pada jantung penyebab aritmia.
Ablasi dengan cara memasukan kateter atau kabel kecil dari paha dengan cara non operasi huma disuntikan saja melalui paha dan masuk ke jantung. Kemudian jalur yang (tidak normal) kita eliminasi atau hancurkan.
“Dengan gelombang mikro kita hancurkan jalur abnormal. Hanya dengan cara suntikan, tanpa bedah, tanpa operasi,” kata dr. Agung.
Sementara itu, Hospital Director Mayapada Hospital Tangerang dr. Markus Waseso mengatakan ablasi bisa dilakukan di Mayapada Hospital Tangerang. Pasalnya, Mayapada Hospital Tangerang memiliki kesiapan yang memadai dari sisi dokter spesialis sampai dengan fasilitas untuk menangani penyakit tersebut.
“Kami siap, Mayapada Tangerang sangat siap untuk menangani pasien aritmia melalui ablasi,” kata dr. Markus.
Mayapada Hospital turut menyediakan layanan yang komprehensif berupa konsultasi yang bisa dilakukan secara telekonsultasi atau tatap muka dengan dokter. Untuk menunjang diagnostic, Mayapada Hospital Tangerang juga telah dilengkapi dengan holter monitor, electrophysiology study hingga ablasi 3D, EKG Holter, dan teknologi modern lainnya.
Mayapada Hospital Tangerang memiliki spesialis penyakit Aritmia. Dokter pada bidang tersebut hanya ada 41 dokter di seluruh Indonesia. Bahkan, Mayapada Hospital Tangerang sejak pertengahan 2021 ditunjuk oleh Kemenkes dan kemenparekraf sebagai rumah sakit rujukan wisata medis Indonesia di Banten, khusus pelayanan jantung.